Jumat, 15 Juni 2012

PENEMBAKAN, KERUSUHAN, DAN BERITA PAPUA


Penembakan terhadap Mako Tabuni (Wakil ketua/Ketua I KNPB) pada hari kamis, 14 Juni di sekitar wilayah perumnas 3 Waena memicu kemarahan massa pendukung KNPB (Komite Nasional Papua Barat). 
Massa menyerang warga di perumnas 3 sehingga dikabarkan 1 orang meninggal dunia dan 4 orang luka-luka. Massa juga membakar puluhan sepeda motor dan 4 mobil. 5 ruko juga ikut dibakar.

Humas Polda Papua menyatakan bahwa penangkapan Mako Tabuni yang berakhir dengan penembakan ini sudah sesuai dengan prosedur. Penangkapan Mako Tabuni ini berkaitan dengan sejumlah aksi penembakan yang terjadi selama 3 minggu belakangan di Jayapura. Hal ini juga dikuatkan dengan ditemukannya enam peluru di saku celamna Mako Tabuni, serta 16 butir peluru kaliber 38 di tas nya


Suasana di distrik Waena sampai hari ini, 16 Juni 2012 masih terasa mencekam. Selama saya 3 tahun tinggal di Jayapura, saya mengalami berbagai kerusuhan dan kekacauan di Jayapura. Tapi, kerusuhan tgl 14 Juni 2012 dan imbasnya sampai saat ini merupakan kekacauan yang paling mencekam buat saya.

By the way, berita kerusuhan Papua kali ini cukup banyak menjadi perhatian media nasional. Namun di MetroTV, salah satu media nasional, dalam acaranya pada tgl 15 Juni 2012 dan juga 16 Juni 2012 di acara Metro pagi, menyimpulkan akar masalah kerusuhan ini dengan “tidak tepat”. Dikatakan bahwa akar pertama kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah di Papua adalah ketidakselarasan pemahaman antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengenai integrasi Indonesia. Menurut saya ini “misleading”.

Sejauh yang saya pahami, tidak ada ketidaksepahaman mengenai integrasi antara pemerintah pusat dan daerah. Ketidaksepahaman masalah integrasi ini adalah antara pemerintah Indonesia dan sebagian rakyat Papua, yang kemudian membentuk berbagai organisasi seperti OPM (Organisasi papua Merdeka), dan KNPB (Komite Nasional Papua Barat). Ketidaksepahaman antara pemerintah Pusat dan daerah seringkali adalah masalah penterjemahan aplikasi Otonomi khusus, seperti kasus apakah boleh calon Gubernur atau wakil Gubernur bukan dari orang Asli Papua. Debat ini juga diwarnai dengan pemahaman siapa sebenarnya yang disebut “Asli Papua”.

Seharusnya media nasional lebih teliti sebelum menyimpulkan sesuatu. Apalgi ini terkait kerusuhan. Karena efeknya bisa menimbulkan kekacauan yang lain..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar