Kamis, 29 Desember 2011

STRATEGI PENGAJARAN PEMBELAJAR KINESTETIK DALAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Oleh: Siti Rohmanatin Fitriani,S.Th.I, MA

Pelajar kinestetik adalah yang paling beresiko gagal dalam kelas tradisional
(Gordon Dryden dan Dr. Jeannette Vos)



A. PENDAHULUAN
Dalam proses pendidikan dan pelatihan (diklat). Yang paling utama adalah tercapainya tujuan diklat. Untuk mencapai tujuan diklat, berbagai metode, strategi dan teknik harus disiapkan. Perencanaan metode, strategi, dan teknik ini hendaknya mempertimbangkan berbagai hal, termasuk cara belajar peserta. Cara belajar peserta sangat penting untuk diperhatikan karena kesuksesan pencapai tujuan pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan peserta menyerap materi yang diajarakan. Penyerapan materi ini sanagt ditentukan oleh cara belajar seseorang. Jika metode, strategi, dan teknik yang dipilih sesuai dengan cara belajar peserta diklat, kemungkinan besar materi akan diserap dengan lebih baik. Tulisan ini akan mengupas tentang kecerdasan dan cara belajar seseorang, yang akan dilanjutkan dengan berbagai strategi pembelajaran yang bisa digunakan dalam diklat sesuai dengan cara belajar kebanyakan peserta diklat yang berada di wilayah Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara.

B. KECERDASAN
“Cerdas” merupakan kata yang bisa didefinisikan dengan berbagai perspektif. Cerdas seringkali dihubungkan dengan kemampuan seseorang untuk menguasai sesuatu. Karena itulah, cerdas dianggap sebagai aset penting dalam pembelajaran. Dalam kamus bahasa Indonesia, cerdas diarttikan sebagai “sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dsb)”. Juga diartikan “sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat)”. Kecerdasan bisa diartikan kesempurnaan perkembangan akal budi (spt kepandaian, ketajaman pikiran) (kementerian Pendidikan Nasional, 2011)
Dalam kamus Wikipedia, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tadi dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir. Stenberg& Slater (1982) mendefinisikannya sebagai tindakan atau pemikiran yang bertujuan dan adaptif. (wikipedia.com)
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan, yaitu:
 Biologis
 Lingkungan
 Budaya
 Bahasa
 Masalah etika
Selain definisi kecerdasan yang memang belum ada kata sepakat, para ahli juga menganalisis jenis-jenis kecerdasan dengan berbagai perspektif.
Konsep pembagian kecerdasan yang bisa dibilang paling umum adalah pembagian kecerdasan menjadi 3 (kamus Besar Bahasa Indonesia):
1. kecerdasan emosional, kecerdasan yg berkenaan dng hati dan kepedulian antarsesama manusia, makhluk lain, dan alam sekitar;
2. kecerdasan Intelektual, kecerdasan yg menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain
3. Kecerdasan spiritual, kecerdasan yg berkenaan dng hati dan kepedulian antarsesama manusia, makhluk lain, dan alam sekitar berdasarkan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Sementara itu, L.L. Thurstone membagi kecerdasan sebagai berikut:
1. Pemahaman dan kemampuan verbal
2. Angka dan hitungan
3. Kemampuan visual
4. Daya ingat
5. Penalaran
6. Kecepatan perseptual
Pembagian kecerdasan versi lain juga diajukan oleh Howard Gardner, yang membagi kecerdasan menjadi 8 (educenter.net):
1. Kecerdasan Linguistik / Word Smart
Kecerdasan Linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik untuk mempengaruhi maupun memanipulasi. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan linguistik bermanfaat untuk: berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini antara lain: guru, orator, bintang film, presenter TV, pengacara, penulis, dsb.
2. Kecerdasan Logis Matematis / Number Smart
Kecerdasan Logis-Matematis melibatkan ketrampilan mengolah angka dan atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan ini bermanfaat untuk: menganalisa laporan keuangan, memahami perhitungan utang nasional, atau mencerna laporan sebuah penelitian. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: akuntan pajak, programmer, ahli matematika, ilmuwan, dsb.
3. Kecerdasan Spasial / Picture Smart
Kecerdasan Spasial melibatkan kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala (dibayangkan) atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Kita membutuhkan kecerdasan ini dalam hidup sehari-hari juga, misalnya: saat menghias rumah atau merancang taman, menggambar atau melukis, menikmati karya seni, dsb. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan spasial antara lain: arsitek, pematung / pemahat, penemu, designer, dsb.
4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani: Body Smart
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani adalah kecerdasan seluruh tubuh dan juga kecerdasan tangan. Dalam dunia sehari-hari kita sangat memerlukan kecerdasan yang satu ini, misalnya: membuka tutup botol, memasang lampu di rumah, memperbaiki mobil, olah raga, dansa, dsb. Jenis pekerjaan yang menuntut kecerdasan ini antara lain: atlet, penari, pemain pantomim, aktor, penjahit, ahli bedah, dsb.
5. Kecerdasan Musikal: Music Smart
Kecerdasan Musikal melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik. Dalam keseharian, kita mendapat manfaat dari kecerdasan ini dalam banyak hal, misalnya: saat kita menyanyi, memainkan alat musik, menikmati musik di TV / radio, dsb. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: penyanyi, pianis / organis, disc jokey (DJ), teknisi suara, tukang stem piano, dll
6. Kecerdasan Antarpribadi: People Smart
Kecerdasan Antarpribadi melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga, dan pekerjaan, kecerdasan ini dinilai mutlak diperlukan - dan seringkali disebut sebagai "yang lebih penting" dari kecerdasan lainnya untuk dapat sukses dalam hidup. Kecerdasan antarpribadi ini melibatkan banyak hal, misalnya: kemampuan berempati, kemampuan memanipulasi, kemampuan "membaca orang", kemampuan berteman, dsb. Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain pastilah membutuhkan kecerdasan ini, terutama: public figure, pemimpin, guru, konselor, dll.
7. Kecerdasan Intrapribadi: Self Smart
Kecerdasan Intrapribadi adalah kecerdasan memahami diri sendiri, kecerdasan untuk mengetahui “siapa diri saya sebenarnya” - untuk mengetahui “apa kekuatan dan kelemahan saya”. Ini juga merupakan kecerdasan untuk bisa merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk mempercayai diri sendiri. Pekerjaan yang menuntut kecerdasan Intrapribadi antara lain: wirausaha, konselor, terapis, dll.
8. Kecerdasan Naturalis: Nature Smart
Kecerdasan Naturalis melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita. Dalam hidup sehari-hari kita membutuhkan kecerdasan ini untuk: berkebun, berkemah, atau melakukan proyek ekologi. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan Naturalis antara lain: ahli biologi, dokter hewan, dll.
Ada juga yang menambahkan kecerdasan yang ke sembilan, yaitu kecerdasan eksistensialis (Armstrong, Thomas, 2002)

C. TIPE CARA BELAJAR
Sebelum mengenal bagaimana seseorang dengan lebih mudah mempelajari sesuatu, kita harus mengenal terlebih dahulu pusat belajar itu sendiri, yaitu Otak. Otak manusia merupakan kumpulan massa protoplasma yang paling kompleks yang ada di alam semesta. Satu-satunya organ yang dapat mempelajari dirinya dan jika dirawat baik dalam lingkungan yang menimbulkan rangsangan memadai. Otak dapat berfungsi aktif dan reaktif selama lebih dari seratus tahun. Otak inilah yang menjadi pusat belajar sehingga harus dijaga baik seumur hidup agar terhindar dari kerusakan.
Menurut MacLean, otak manusia memiliki tiga bagian dasar yang seluruhnya dikenal sebagai triune brain/three in one brain. Bagian pertama, batang otak, bagian kedua sistem limbik dan yang ketiga neokorteks. Batang otak bertanggung jawab atas fungsi motorik-sensorik-pengetahuan fisik yang berasal dari pancaindra. Perilaku yang dikembangkan bagian ini untuk mempertahankan hidup.
Di sekeliling batang otak terdapat sistem limbik yang berfungsi menyimpan perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampuan belajar. Sistem ini juga mengatur bioritme tubuh seperti pola tidur, lapar, haus, tekanan darah, jantung, gairah seksual, temperatur, kimia tubuh, metabolisme, dan sistem kekebalan.
Sistem limbik adalah panel kontrol dalam penggunaan informasi dari indra penglihatan, pendengaran, sensasi tubuh, perabaan, penciuman sebagai input yang kemudian informasi disampaikan ke pemikir dalam otak yaitu neokorteks.
Neokorteks adalah tempat bersemayamnya pusat kecerdasan manusia. Bagian inilah yang mengatur pesan yang diterima melalui penglihatan, pendengaran dan sensasi tubuh manusia. Proses penalaran, berpikir intelektual, pembuatan keputusan, perilaku normal, bahasa, kendali motorik sadar, dan gagasan nonverbal. Dalam neokorteks ini, kecerdasan lebih tinggi berada, di antaranya linguistik, matematika, spasial/visual, kinestetik/perasa, musikal, dan interpersonal.
Berdasarkan kemampuan otak, cara belajar individu dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu cara belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Kategori ini berarti bahwa seseorang itu mememiliki kecenderungan salah satu cara belajar, dan tidak diartikan bahwa seseorang hanya memiliki satu cara belajar. Bisa saja seseorang menggunakan ketiga cara belajar ini, namun dia memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menggunakan salah satu cara belajar. Kecenderungan ini yang akan memberikan kontibusi terhadap keberhasilannya mencapai tujuan pembelajaran.
1. Pembelajar visual (belajar dengan melihat)
Individu yang memiliki kemampuan belajar visual ditandai ciri-ciri berdasarkan asosiasi visual, biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar; merupakan pembaca yang cepat dan tekun; lebih suka membaca daripada dibacakan; membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan; dan lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah, cara bicaranya cepat, memiliki sifat teliti dan rinci, mementingkan penampilan, lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar , mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual, sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis), dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan, jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara, lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain, sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak”, lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik, seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata
2. Pembelajar auditorial (belajar dengan mendengar)
Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial biasanya mudah terganggu oleh keributan, lebih senang mendengarkan daripada membaca, jika membaca lebih senang membaca dengan suara keras, berbicara fasih, lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya, belajar mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu panjang lebar, sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja, mudah mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara, mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita, berbicara dalam irama yang terpola dengan baik, berbicara dengan sangat fasih, mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi, lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya, lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik
3. Pembelajar kinestetik (belajar dengan gerakan)
Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik biasa suka berdiri dengan jarak dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain, belajar melalui praktik langsung atau manipulasi menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung, menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika membaca, banyak menggunakan bahasa tubuh (nonverbal), banyak gerak fisik dan tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama, sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut, menyukai kegiatan yang menyibukkan (secara fisik), berbicara dengan perlahan, menanggapi perhatian fisik, menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka, memiliki perkembangan otot yang baik, lebih menyukai belajar melalui praktek langsung atau manipulasi, pada umumnya tulisannya jelek, cenderung ingin melakukan segala sesuatu

D. HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN DAN TIPE BELAJAR
Pertanyaan mendasar dalam hubungan antara kecerdasan dan tipe belajar adalah, apakah seseorang dengan kecerdasan tertentu, memiliki kecenderungan tipe belajar belajar tertentu juga. Misalnya, apakah seseorang dengan kecerdasan kinestetik yang menonjol, memiliki kecenderunagn tipe belajar yang kinestetik juga. Sejauh ini belum ada teori yang pasti tentang hubungan antara kecerdasan seseorang dengan cara dia belajar. Namun, jika dilihat dari ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan kinestetik dan ciri-ciri tipe pembelajar kinestetik, terdapat berbagai kemiripan. Sehingga bisa dikatyakan bahwa kecerdasan tertentu, memiliki kecenderungan cara belajar tertentu juga, sebagaimana saya contohkan dalam kasus kecerdasan kinestetik di atas.

E. STRATEGI METODE KINESTETIK DALAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Seorang fasilitator hendaknya mengetahui betul siapa yang menjadi peserta dalam diklat yang dia fasilitasi, termasuk bagaimana tipe belajar para peserta diklat. Mengetahui tipe be;ajar peserta diklat merupakan komponen yang penting, karena dengan mengetahui cara mereka belajar, fasilitator bisa memilih metode dan teknik yang tepat untuk digunakan dalm proses pembelajaran.
Dalam sebuah kelas diklat, para peserta bisa jadi memiliki kecerdasan dan tipe belajar yang variatif. Apalagi jika diklat diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang yang berbeda. Dalam situasi demikian, seorang fasilitator harus menggunakan berbagai variuasi metode dan teknik sehingga semua peserta diklat bisa menyerap materi yang diberikan, sehingga tujuan diklat tercapai. Namun, jika ada kecenderungan dari sebagian besar peserta diklat terhadap salah satu cara belajar tertentu, maka sebaiknya fasilitator menggunakan lebih besar porsi waktunya untuk menggunakan metode yang sesuai dengan kecenderuangan tipe belajar peserta.
Di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara yang menjadi wilayah kerja Balai Besar Pendidikan Dan Pelatihan Pekerjaan Sosial Jayapura, secara umum bisa dikatakan bahwa kecenderungan kecerdasan masyarakatnya yang menonjol adalah kecerdasan kinestetik dan musikal. Hal ini bisa dilihat dari berbagai prestasi yang diraih oleh orang-orang dari provinsi tersebut. Maluku dan Maluku Utara sangat terkenal dengan kemampuan musikal dan tariannya. Disini yang menonjol secara umum adalah kecerdasan musikal. Sementara Papua terkenal dengan berbagai prestasi dalam bidang olah raga.
Disini saya tidak bermaksud mengeneralisir bahwa semua masyarakat di daerah-daerah tersebut memiliki kecerdasan kinestetik dan musikal. Namun, ini meruapakan gambaran umum yang bisa digunakan sebagai pengetahuan awal bagi fasilitator yang akan mengajar di kelas-kelas dimana peserta berasal dari provinsi-provinsi tersebut.
Dalam kelas diklat yang sebagain besar pesertanya memiliki gaya belajar kinestetik, ada beberapa stratetigi teknis yang bisa diterapkan, antara lain:
1. Jangan paksakan untuk belajar sampai berjam-jam.
2. Berikan Ice breaking yang mengharuskan peserta bergerak ketika kejenuhan dari peserta mulai terlihat.

3. Ajak peserta untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak peserta belajar di luar ruangan, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).


4. Izinkan peserta untuk mengunyah permen atau minum saat belajar di kelas.
5. Gunakan warna terang dan huruf besar untuk menghilite hal-hal penting dalam power point yang disajikan.
6. perdengarkan musik ketika mengajar. (diambil dari nuritaputranti dengan beberapa modikasi)
7. Gunakan metode belajar yang membuat peserta banyak bergerak, seperti role play, demonstrasi, dan permainan.
8. Libatkan peserta secara aktif dalam penggunaan contoh-contoh untuk memperjelas materi.

F. PENUTUP
Metode, strategi, dan teknik yang digunakan dalam proses pendidikan dan pelatihan hendaknya disesuaikan dengan cara belajar belajar peserta diklat, sehingga peserta mampu menyerap materi yang disampaikan secara lebih maksimal. Dalam suatu diklat, tidak menutup kemungkinan bahwa cara belajar peserta bervariasi. Namun, cara belajar yang paling dominan hendaknya menjadi pertimbangan dalam memilih metode, strategi dan teknik yang akan digunakan oleh fasilitator. Untuk peserta diklat yang sebagian besar cara belajarnya kinestetik, beberapa strategi di atas bisa dimanfaatkan tanpa mengesampingkan strategi lain yang lebih sesuai dengan tipe pembelajar yang lain. Variasi dan porsi ini diharapkan mampu mensukseskan diklat dalam mencapai tujuan diklat secara maksimal


PUSTAKA

Kemdiknas, Kamus Besar Bakasa Indonesia.Bisa ditelusuri juga di http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
Educenter, http://www.linkpdf.com/ebook-viewer.php?url=http://indonesia-educenter.net/doc/mi/mimateri2.pdf, 8 April 2011
Armstrong, Thomas. Setiap Anak Cerdas. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Umum, 2002.
Putranti, Nurita. Gaya Belajar Anda Visual, Auditori, Atau Kinestetik. Bisa ditelusiri di http://nuritaputranti.wordpress.com/2007/12/28/gaya-belajar-anda-visual-auditori-atau-kinestetik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar