Senin, 23 Mei 2011

Pengalaman Bersama Pendamping Komunitas Adat Terpencil Papua

Kemarin saya berbnincang-bincang dengan kurang lebih 20 pendamping KAT (Komunitas Adat Terpencil) yang ada di Papua. Salah seorang pendamping mengatakan, jika dia hendak menemui masyarakat yang dia dampingi, Suku Keu di Nabire, dia harus berjalan melalui daerah rawa-rawa kurang lebih 2 hari 2 malam. Ada juga yang menuturkan bahwa masyarakat KAT di sarmi, yang sudah mulai menetap, kesulitan memasarkan hasil coklat dan pinangnya karena tidak ada infrastruktur jalan yang bisa digunakan ke kocamatan. satu-satunya transportasi yang bisa mereka gunakan adalah sungai. jika ingin cepat, mereka harus menyewa jonson yang harganya sangat mahal. pernah ada yang mengirim coklat nya menggunakan perahu, tapi perahu mereka terbalik (mungkin karena kelebihan beban, karena jika mereka membawa sedikit coklat akan rugi dengan perjalanan yang mereka tempuh). Cerita lain lagi datang dari Kabupaten sarmi juga. Masyarakat KAT di daerah ini setiap pagi membersihkan dan menata jubi (anak panah) untuk persiapan jika terjadi perang suku (yang memang masih terjadi). kemudian, jika mereka hendak keluar rumah, mereka harus memperhatikan situasi di luar, apakah aman atau tidak. jika aman, baru mereka keluar..
beberapa cerita ini membuat saya berpikir, apa yang bisa kita lakukan akan mereka menikmati juga apa yang sudah dinikmati sebagin besar bangsa indonesia (tentunya dalam skala yang berbeda-beda). Bagaimana mereka bisa berkembang jika akses terhadap perkembangan itu tidak ada. Jalan belum ada, alat komunikasi belum ada, informasi tidak diterima dll. Kebutuhan dasar yang seharusnya mereka dapatkan pun, belum juga terpenuhi. apalagi situasi dan kondisi lingkungannya tidak mendukung terpenuhinya kebutuhan tersebut...
Mungkin ada yang mau bertukar pikiran dan memberikan Ide?????????????

Kami Tunggu...

Siti Rohmanatin Fitriani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar